Diskusi Akademik Fakultas Syariah Bahas Urgensi Behavior Jurisprudence dalam Peradilan Agama
- Admin Humas
- Selasa, 11 Maret 2025
- 139 Tampilan

Diskusi Akademik Fakultas Syariah Bahas Urgensi Behavior Jurisprudence dalam Peradilan Agama
Bandar Lampung (Humas UIN RIL) – Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung (RIL) kembali menggelar diskusi ilmiah bulanan yang diikuti oleh dosen dan mahasiswa di Ruang Dekanat, Selasa (11/03/2025). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan budaya akademik di lingkungan fakultas dan direncanakan berlangsung secara rutin hingga Desember 2025 dengan tema-tema yang relevan bagi perkembangan ilmu syariah.
Dekan Fakultas Syariah, Dr Efa Rodiah Nur MH, menyampaikan, bulan Ramadhan menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kualitas diri, baik secara spiritual maupun intelektual.
“Bulan Ramadhan bukan hanya bulan ibadah, tetapi juga saat yang tepat untuk refleksi dan meningkatkan kontribusi kita dalam dunia akademik. Melalui diskusi rutin ini, saya berharap para dosen dapat berbagi wawasan dan pengalaman untuk kemajuan di Fakultas Syariah,” ujarnya.

Diskusi kali ini menghadirkan Dr Nurnazli SH SAg MH, yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan III Fakultas Syariah, sebagai narasumber. Ia membawakan materi berjudul Konstruksi Behavior Jurisprudence: Urgensinya dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama, dengan moderator Muhammad Jayus MHI.
Dalam pemaparannya, Dr Nurnazli menjelaskan, aliran positivistik dalam hukum seringkali melahirkan kekakuan dalam penyelesaian problematika hukum. Untuk mengatasi hal tersebut, pendekatan Behavior Jurisprudence menjadi solusi dalam menjawab keterbatasan hukum dalam tataran implementasi.
Konsep Behavior Jurisprudence menyoroti bagaimana perilaku manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hukum. Pendekatan ini mencakup kajian dalam psikologi hukum, sosiologi hukum, serta interaksi antara norma sosial dan budaya dalam implementasi hukum keluarga, seperti kasus perceraian, hak asuh anak, dan pembagian waris.
Dr Nurnazli menekankan, konteks hukum keluarga dalam praktik peradilan agama, putusan hakim tidak hanya berbasis pada norma hukum tertulis. Faktor psikologis, sosiologis, ekonomi, dan perilaku para pihak juga harus menjadi pertimbangan. Pendekatan Behavior Jurisprudence membantu hakim memahami bahwa keputusan yang baik bukan hanya yang sesuai dengan peraturan, tetapi juga yang memperhitungkan dampak jangka panjang bagi masyarakat.
Lebih lanjut, ia menekankan urgensi pendekatan ini dalam sistem peradilan. Hakim yang memahami konsep Behavior Jurisprudence dapat mempertimbangkan aspek psikologi dalam membuat keputusan, sehingga putusan yang dihasilkan lebih berdampak positif dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, ungkapnya, pendekatan tersebut bersifat interdisipliner, memadukan kajian sosiologi hukum, antropologi hukum, dan psikologi hukum. Dengan demikian, hakim dapat merancang mekanisme eksekusi putusan yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi sosial masyarakat.
Diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa yang tergabung dalam UKMF Moot Court Community (MCC). (An/AH)