Rektor UIN Dorong RUU Larangan Minuman Beralkohol Menjadi UU

  • Admin Humas
  • Kamis, 12 Agustus 2021
  • 1359 Tampilan
Tangkapan layar Rektor UIN Prof Mukri dalam kegiatan Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional MUI.

Rektor UIN Raden Intan Lampung Prof Dr Moh Mukri MAg  turut mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) untuk segera menjadi UU.

Hal ini disampaikan saat Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional yang diselenggarakan Komisi Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Zoom dan ditayangkan melalui kanal YouTube MUI, Kamis (12/8/2021).

Silaturahmi dalam bentuk webinar itu mengangkat tema Indonesia Darurat Minuman Beralkohol: Urgensi RUU Larangan Minol. Hadir sebanyak 17 pembicara dari perwakilan ormas Islam dan Prof Mukri hadir sebagai salah satu dari pimpinan perguruan tinggi Islam.

Prof Mukri mengajak pihak terkait khususnya pimpinan ormas Islam dan akademisi untuk berikhtiar mendorong lahirnya UU ini. “Saya sepakat, undang-undang ini segera hadir. Undang-undang ini kan yang melahirakan pemerintah dan DPR. Jadi harus kita segera dikomunikasikan,” ujarnya.

Dia mengatakan, meski negara kita ini bukan negara agama, tetapi masyarakatnya memiliki suasana religiusitas yang tinggi. Sama seperti pembicara yang lainnya, menurutnya, pemerintah dan DPR harus melihat dampak negatif yang dari minol ini.

Prof Mukri memaparkan, dalam tinjauan maqasid syari’ah, peraturan larangan minuman beralkohol sebagai turunan dari khamr bisa mewujudkan tujuan luhur Syariah yakni menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga nasab, dan menjaga harta.

“RUU ini sudah cukup komprehensif, karena subjek hukumnya mulai dari yang memproduksi, menyimpan maupun yang mengonsumsinya dapat dikenakan sanksi (Pasal 5, 6 dan 7 RUU Minol). Namun aturan dalam pasal tersebut masih dikecualikan untuk keperluan tertentu,” kata Prof Mukri dalam makalahnya.

Menurut Rektor, di sini negara diharap dapat hadir untuk merealisasikan larangan dari agama serta menjalankan amanat konstitusinya. Dia juga menjelaskan kaidah fiqhiyah yang menyebut

 تَصَرُّفُ الْأِمَاِم عَلَى الرَّاعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ

Kebijakan seorang pemimpin terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan.”

Melalui RUU ini pemerintah beserta DPR dapat mewujudkan kemaslahatan lewat aturan yang dibuatnya. “Maka dalam pembahasan RUU ini perlu peran serta masyarakat untuk memberikan aspirasinya agar sesuai kebutuhan. Sehingga RUU ini dapat bersifat responsif serta dapat mewujudkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan,” tambahnya. (NF/HI)